Mitos/ Legenda Silahisabungan
1.Perjalanan ke Tolping dan perkawinannya“Na lao do Silahisabungan tu luat Silalahi alai jolo maringanan do ibana di Tolping Ambarita” untuk keberangkatan 3 (tiga) orang abang beradik Sipaettua, Silahisabungan dan Siraja Oloan mencari pemukiman baru sebagai tempat tinggal, Sipaettua tinggal di Laguboti, Silahisabungan dan Siraja Oloan harus ke Samosir. Setelah di Lontung SiRaja Oloan dan Silahisabungan berpisah dimana Silahisabungan harus kearah Utara dan tinggal di Tolping sedangkan Siraja Oloan harus ke Pangururan. Huta Tolping dan pulau Tolping dikukuhkan Silahisabungan sebagai tempatnya yang pertama dan selama tinggal di Tolping kawin dengan Pinta Haomasan anak Raja Nabolon (Sorbadijulu) dari Pangururan sebagai upahnya membantu Sorbadijulu mengusir musuhnya marga Lontung. Perkawinan ini melahirkan seorang anak yang diberi nama Silalahi, dan sesudah kelahiran anak ini Pinta Haomasan tidak pernah mengandung lagi. Silalahi setelah dewasa dikawinkan dengan boru Simbolon dan dari perkawinan ini lahir 3 (tiga) orang anak yang diberi nama :
1. Tolping Raja
2. Borsuk Raja
3. Raja Bunga-bunga
Raja Bunga-bunga inilah yang diculik Tuan Sihubil yang gagal membujuk Silahisabungan untuk rujuk dalam doa bersama karena musim kemarau panjang di Balige. Setelah diangkat anak kedua dari Tuan Sihubil karena diculik dari parmahanan namanya diganti menjadi Raja Parmahan akan tetapi marganya tetap Silalahi.
Untuk memperkokoh kekerabatan kedua anaknya kemudian dibuat ikrar sisada lulu anak sisada lulu boru antara Tampubolon dengan Silalahi dan sesudah dikawinkan diberi pauseang di Hinalang Balige dan kampungnya dinamai Silalahi Hinalang. Ikrar terjadi antara dua marga dan tidak mungkin perjanjian terjadi antara Raja Parmahan Sigiro dan hasilnya menjadi Silalahi. Sigiro adalah marga cabang dari Pintubatu dan ikrar terjadi antara marga Tampubolon dengan marga Silalahi, dan bila benar Raja Parmahan adalah Sigiro. Ikrar pun harus dengan Sigiro itulah logikanya.
Tolping raja, Bursak Raja maupun Raja Bunga-bunga tidak menjadi marga hanya nama, jadi marganya tetap Silalahi.
2.Perjanalan ke Silalahi Nabolak dan perkawinannya.
Silahisabungan adalah seorang tokoh yang sakti, sanggup mengusir bala atau penyakit, pintar dan sabungan di hata.
Didorong oleh kesaksiannya Silahisabungan selalu ingin pergi ketempat lain manandangkon kedatuon (menguji kepintaran / ketangkasan. Dari Parbaba yang sekarang dilihatnya diseberang danau ada tanah datar dan perbukitan yang indah lalu timbul niatnya untuk pergi kesana.Sebelum kepergiannya sudah dipersiapkan membawa sedikit tanah dan air dalam kendi kecil.
Sesampai di daerah itu, dipinggiran danau didirikan panca-panca sebagai tempat tinggal sekaligus tempat menangkap ikan.
Suatu ketika Raja Pakpak datang dan heran didaerah hutan dipinggir danau yang sepi itu ada orang, lalu didekatinya. Pada awalnya Raja Pakpak ingin berdebat mengenai keberadaan Silahisabungan di daerah kekuasaannya itu, akan tetapi setelah memperhatikan ketangkasannya berbicara akhirnya mengalihkan pembicaraan mengenai teman hidupnya dan menawarkan putri-putrinya menjadi istrinya.
Silahisabungan menyambut tawaran itu dan dipilihnyalah Pinggan Matio boru Padang Batanghari menjadi isterinya.
Perkawinan ini melahirkan 7 orang putra dan seorang putri masing-masing diberi nama Laho Raja, Tungkir Raja, Sondiraja, Baturaja, Dabariba Raja, Debang Raja dan Baturaja, sedang putrinya bernama Deang Namora yang kemudian menjadi marganya kecuali Tungkir Raja masih melahirkan marga cabang yaitu Sipangkar dan Sipayung, dari Sondiraja Romasondi dan Rumasingap, dari Pintubatu adalah Sigiro.
Dj Jhon.R.Sidebang dalam Bonani Pinasa Agustus 1991 menulis bahwa nama huta Silalahi diambil dari nama Silahisabungan yang menurunkan marga Silalahi. Nama anak laki-laki yang menjadi pewaris keturunan marga-marga Silalahi adalah marga-marga tersebut diatas.
Menurut RT Tambunan SH dalam poda Sagu-sagu Marlangan, Silalahi Nabolak itu bukan huta tetapi desa (wilayah) karena daerah lingkupnya tidak hanya tanah perkampungan yang dikelilingi bambu akan tetapi tanah diluarnya yang masih kosong, tanah hutan serta gunung kalau ada didekatnya.
Warga desa diikat oleh hubungan darah dan merupakan turunan dari satu leluhur dan pada umumnya mempunyai marga yang sama (artinya beberapa marga).Huta adalah deretan rumah yang dikelilingi pohon bambu yang lebat dan digerbang kampung biasanya ada pohon ara / hariara. Adat dalihan natolu ialah penghuni setiap huta adalah turunan dari satu leluhur pria artinya satu.
Dari pengertian huta dan desa ini dapat dikatakan bahwa didesa Silalahi Nabolak masih ada huta milik marga lain, misalnya huta Sihaloho, huta Situngkir dan lain-lain sedangkan nama huta Silalahi sudah pasti tidak ditemukan disana karena marga Silalahi anak Silahisabungan terdapat di Silalahi nabolak.
Pada zamannya Silahisabungan belum menjadi marga akan tetapi nama baru menjadi marga pada generasi turunan-turunannya, dan bila sudah menjadi marga tidak berubah lagi, artinya marga kakek, nenek, Bapak diri sendiri dan anak harus sama.
3.Perjalanan ke Sibisa dan perkawinannya.
Setelah beberapa lama di Silalahi Nabolak Silahisabungan pamit kepada istrinya untuk pergi ketempat lain.
Kepergian kali ini adalah menuju Sibisa karena kerinduannya melihat daerah yang pernah dilaluinya bersama adeknya Siraja Oloan sewaktu meraka akan mencari tempat tinggal yang baru.
Raja Mangarerak setelah mendengar Silahisabungan sedang berada didaerah itu berusaha menghubunginya karena sudah lama diketahui kepiawaiannya dalam mengobati berbagai penyakit, karena seorang putrinya menderita penyakit yang parah yang walaupun sudah dibawa berobat kemana-mana tidak sembuh-sembuh.
Mengenai upah apa saja boleh diminta asalkan putrinya dapat sembuh, dan ternyata Silahisabungan berhasil menyembuhkannya. Silahisabungan menagih janji Raja Mangarerak mengenai upahnya yakni suatu kisah yang sulit dibayangkan sebelumnya karena Silahisabungan meminta putrinya yang diobati itu dikukuhkan menjadi istrinya.
Raja Mangarerak menjadi bingung karena sudah dijanjikan namun ditawarkan untuk memilih putrinya yang lain karena boru Meleng-eleng ini sudah bertunangan dengan pemuda lain.
Silahisabungan bersikukuh dengan pendiriannya dengan berkata : Marpudung do palia, mar jaya ia pinamalo ho ditunangan mulak tu nampunasa.
Pernyataan Silahisabungan ini membuat Raja Mangarerak mau tidak mau harus menyetujui, kemudian disyahkanlah perkawinan putrinya itu dengan Silahisabungan.
Tidak berapa lama setela pengesahan perkawinan itu, tanda-tanda kehamilan boru meleng-eleng mulai kelihatan dan Silahisabungan walaupun gembira menerimanya namun tumbuh kekhwatiran kalau tunangan baru pulang sedang anak dalam kandungan belum lahir.
Saya bapaknya, orang lain yang memelihara dan membesarkannya bagaimana nantinya nasib anak itu, demikian terngiang dalam pikiran Silahisabungan.
Apa yang diramalkan benar terjadi satu minggu setelah kelahiran sianak itu. Berita kepulangan tunangannya sudah menyebar dari mulut ke mulut untuk membuat perhitungan dengan Raja Mangarerak atas persetujuannya meresmikan tungangannya kawin dengan pria lain.
Mendengar berita itu Silahisabungan berkata kepada boru meleng-eleng bahwa sesuai janji saya kepada Bapak Raja Mangarerak, saya dan bayi ini harus pergi, untuk itu siapkan keberangkatan.
Meleng-eleng menangis, saya tidak rela melepas anak ini, menetek pun belum bisa dan lagipula air susu siapakah yang mungkin ada untuk menghidupinya sambil bersinandung. (bernyanyi) "Ale Ompung mulajadi nabolon, panongosmi di au leang-leang mandi, Pangalu-aluhon tua ahu ale Ompung molo ingkon mate anakkon ala so minum".
Sebagai yang baru lahir itu dimasukkan kedalam gajut, susu kerbau sebagai bekal dijalan dan diberi tanda sebuah TAGAN tempat sirih, tanda mana kalau kelak anak ini bisa pulang dan saya masih hidup, lalu dilepaslah keberangkatan itu dengan deraian air mata.
4.Berairnya air susu Pinta Haomason dan pemberian nama si Raja Tambun.
Walaupun tekad Silahisabungan tidak bisa dirobah sesuai ikrarnya kepada mertuanya Raja Mangarerak, dalam perjalanan timbul pertanyaan dalam hatinya apakah istrinya memperlakukan dan menerima anak ini seperti anak kandungnya.
Karena kekwatiran itu sesampai Silahisabungan di Tolping gajut yang berisi bayi tadi, digantungkan disendal Sopo sebelum bertemu Pinta Haomason istrinya itu. Melihat Silahisabungan datang istrinya menyambut dengan riang gembira, akan tetapi air mata Silahisabungan seperti ada permasalahan yang mengganjal pikirannya lalu ditanya.
Kedatangan Bapak kali ini berbeda dengan yang sudah-sudah, ada masalah apa yang dihadapi mari kita pecahkan secara bersama.
Mendengar pernyataan Pinta Haomason ini Silahisabungan mulai lega lalu berkata : Lihatlah Gajut, di Sendal Sopo itu, itulah yang mengganjal dalam pikiran saya lalu Pinta Haomason pergi ingin cepat-cepat mengetahui permasalahan suaminya.
Astaga!, teganya Bapak mempelakukan bayi seperti ini, kenapa tidak lagsung dibawa kerumah, kalau sempat meninggal karena tidak minum bagaimana!. Sibayi dikeluarkan dari gajut itu dipangkunya dan Silahisabungan disuruh menyalakan api ditungku, dikembangkan tikar dan diapun duduk bersama bayi itu layaknya seperti yang baru melahirkan.
Ambil dan masaklah bangun-bangun itu biar saya minum lalu berdoa :
- Sintong do ahu nahurangan dijolma ale Ompung Debata, ai holan sada do anak hutubuhon.
- Sai unang ma tampuk sahali manang nibagot tinunggoman
- Sintong mai langu, maraek ma bahen bagottu asa unang mahiang tolonan ni anakkon.
Tidak berapa lama sehabis berdoa dirasakan buah dadanya membesar lalu puting susunya dimasukkan kedalam mulut sibayi dihisap dengan sangat lahap dan dengan kegembiraan yang meluap-luap kegirangan dia berkata :
Nunga tambun anakku si sada-sada si Raja Tambun ma bahenon goarna. Sore harinya anaknya Silalahi pulang dari ladang, Dia heran kapan mama hamil sekarang sudah bersalin.
Silahisabungan terus mengerti melihat sikap anaknya itu lalu bertiga ikrar tidak boleh keadaan ini diberitahu kepada siapapun, termasuk kepada si Raja Tambun apabila ia sudah besar, cukup kita bertiga yang mengetahui rahasia ini.
Jadi di Tolping tidak dikenal Tambun Raja nama si Raja Tambun karena Pinta Haomasanlah yang menyusui, memelihara dan membesarkan dan memberi namanya. Pinta Haomason dan Silahisabungan sangat sayang terhadap si Raja Tambun ini dan setelah dia mulai meningkat menjadi remaja, kemana saja Silahisabungan pergi anak ini harus ikut dan makan pun harus satu piring (sapa).
5.Perawatan atas cideranya tangan si Raja Tambun.
Setelah si Raja Tambun menjadi remaja Silahisabungan pamit kepada istrinya untuk pergi ke Silalahi Nabolak akan tetapi si Raja Tambun ikut serta. Pinta Haomason keberatan atas keikut sertaan anak kesayangannya si Raja Tambun akan tetapi Silahisabungan pun bersikeras untuk membawanya akhirnya disetujui dengan pesan, jagalah anak kita ini baik-baik termasuk misteri kelahirannya.
Sesampai di Silalahi Nabolak istrinya Pinggan Matio boru Padang Batanghari bertanya inikah anak kita yang Bapak ceritakan yang di Tolping, kenapa masih kecil, seharusnya sudah harus lebih besar dari anak-anak kita disini.
Sewaktu menjawab pertanyaan inilah Silahisabungan tidak bisa menguasai dirinya dia lupa akan ikrarnya di Tolping mengenai misteri si Raja Tambun semuanya terungkap diberitakan kepada isterinya Pinggan Matio boru Padang Batanghari.
Dimuka telah dijelaskan bahwa kasih sayang Silahisabungan memang melebihi terhadap anaknya yang lain dan kebiasaan si Tolping itu terbawa-bawa sampai ke Silalahi Nabolak sehingga mengundang kecemuburuan dan kurang senang atas sikap ayahnya.
Suatu ketika si Raja Tambun ingin mengikuti abang-abangnya ke ladang lalu permisi kepada Silahisabungan. Abang-abangnya sangat senang atas permintaan itu karena menurut mereka merupakan kesempatan yang baik untuk melampiaskan kecemburuan mereka kepada si Raja Tambun. Setelah diladang, dipertanyakanlah kepada si Raja Tambun siapa ibunya, lahirnya dimana dan lain-lain pertanyaan untuk memancing emosinya dan akhirnya mereka berkelahi tangan si Raja Tambun cedera dan malah ada keinginan untuk membunuhnya.
Rupanya Pinggan Matio boru Padang Batangharipun memberitakan mengenai misteri kelahiran si Raja Tambun kepada anak-anaknya, hanya saja tidak disebut nama mamaknya atau tempat kelahirannya.
Si Raja Tambun dengan cedera yang dideritanya menjumpai Bapaknya Silahisabungan dan memberitakan bahwa ibu yang di Tolping bukan itu yang melahirkan dan tempat kelahiranku bukan di Tolping serta kemanapun kucari pamanku tidak akan ketemu.
Silahisabungan sangat marah kepada anak-anaknya atas perlakuan terhadap anak kesayangannya si Raja Tambun dan berkata, kalau anak-anakku tidak bisa rukun saya tidak akan kalian lihat meninggal (ndang tauluttonon muna au mate).
Walaupun cidera tangan si Raja Tambun diobati disana pikirannya sudah tidak senang lagi, ingin cepat-cepat menanyakan informasi yang didengarnya kepada ibunya Pinta Haomason dan sejak itu mendesak Silahisabungan untuk segera pulang.
Melihat keadaan si Raja Tambun serta pertanyaan-pertanyaan yang diajukannya Silahisabungan akhirnya memutuskan untuk segera membawa si Raja Tambun pulang ke Tolping namun sebelumnya dibuat perdamaian diantara anak-anaknya disuatu tempat di Simarampang yang disebut Poda Sagu-sagu Marlangan.
Usainya pelaksanaan pada sagu-sagu marlangan ini Silahisabungan dan si Raja Tambun kembali ke Tolping. Setelah di Tolping ibunya Pinta Haomason berusaha keras memulihkan cidera tangan anaknya itu namun dibalik itu si Raja Tambun sudah mulai mempertanyakan mengenai dirinya, ibu yang melahirkannya dan lain-lain karena menurut abang-abangnya di Silalahi Nabolak saya tidak lahir di Tolping dan ibu yang melahirkan bukan ibu dan kemanapun pamanku tidak akan ketemu.
Semua pertanyaan itu dijawab dengan senyum dan disebut jangan pikirkan itu tidak benar apa yang disebut di Silalahi Nabolak, sayalah ibumu dan pamanmu adalah Simbolon di Pangururan. Kasih sayang Pinta Haomason kepada si Raja Tambun tidak membuatnya berbenti mencari kebenaran informasi yang didengarnya, tidak ada asap kalau api tidak ada dan tidak mungkin kata-kata itu timbul di Silalahi Nabolak bilamana ibu yang melahirkanku adalah ibu Pinta Haomason ini.
Si Raja Tambun adalah seorang anak yang cerdik dia menyadari kasih sayang Silahisabungan, Pinta Haomasan maupun abangnya Silalahi kepadanya, tidak mungkin saya memperoleh jawaban yang memuaskan kalau pertanyaannya tidak saya robah pikirnya.
Abangnya Silalahi didekatinya untuk mengkorek rahasia kesaktian Silahisabungan dan Silalahi dengan kepolosan dan menurutnya tidak ada hubungannya dengan misteri si Raja Tambun memberi tahu bahwa :“Kalau pakaiannya tidak lengket kepada badannya apapun kita tanya pasti dijawabnya dengan benar”.
Pengetahuan yang baru ini disimpan dalam hatinya, lalu pada suatu ketika sewaktu Silahisabungan akan pergi mandi si Raja Tambun minta ikut, inilah kesempatan mengambil pakaiannya pikirnya.
Sewaktu Silahisabungan sedang asyik mandi seluruh pakaiannya dipakai si Raja Tambun dan pedangnya dipegang dalam tangannya, lalu mengancam Bapaknya.
Bapak jangan selalu bohong, ceritakan secara jelas siapa ibu yang melahirkan dimana saya lahir dan siapa pula pamanku, apabila tidak diceritakan akan saya bunuh.
Silahisabungan dengan terpaksa karena tidak bisa keluar dari air itu memberitahu informasi yang sebenarnya lalu si Raja Tambun pun menyerahkan pakaian itu dan sesudah sampai di rumah kejadian itu diceritakan kepada istrinya Pinta Haomasan.
Ibunya meratapi akan perpisahannya dengan anak kesayangannya itu dan bersinandung :
- Mangintubu ahu sungkot padna ralihon so mangkutti pagar
- Mainundun ahu sungkot padna ralihon so maraek papan.
- Hape maraek do bagottu diporo mulajadi asa unang mahiang tolonan sai anakku na hupatarus-tarusi, na husihon-sihon i hasian ni inana.
Si Raja Tambun kalaupun akan pergi mencari ibu yang melahirkannya sebelumnya harus dibuat padan dengan abangnya Silalahi agar mereka berdua tetap marsitogu-toguan, tondina masigonggoman dan tanggal pelaksanaan pun ditentukan.
6.Padan Dengke Nilaean.
Pada hari yang ditentukan dan sajian berupa:
- Ikan Batak ( ihan )
- Sagu-sagu sitompion
- Padang na jagar telah tersedia
Dimulailah acara pemberian Padan kepada kedua anaknya lalu Pinta Haomasan mar tonggo "On ma da Ompung Mulajadi Nabolon dengke nilaean, sai lae ma roham mengalehon parhorason, penggabean tu anakhon. On ma na manggugut-gugut di limut na liot-liot di batu, sai dapotan gagaton dapotan jilaton ma anakhon. Sagu-sagu sitompion na godang ma on asa manompi mas manompi pangomoan anakhon. Lanjang-lanjang purun-purun jonggi hais sai hais ma nipi na sambor hais na to marlabu sian anakhon. Jonggi manaek ma anakhon naek-naek tu surgo, marganda padi siganda sigandua sipusuk ni podom-podom na sada gabe dua ma on na tolu gabe onom. Manarsar ma on songon mange mangararat songon singator.
Padan ma na huhatahon tu anakhon asa sisada lulu anak sisada lulu boru, naso tupa masi paetek-etehan, tampuk ni ate-ate ma hamu amang uratni pusu-pusu Asa ho amang si Raja Tambun :
“… Ingkon aek ni unte ma haham Silalahi on diho dipadoit-doiton bunga ni sira dipagugut-guguton….”
Nang ho amang Silalahi : “…Molo holong roham tu anak ni hinaholongmu songonima holong ni roham dianggim si Raja Tambun on…”
Ho pe amang Silahisabungan bahen ma pasu-pasum tu anakta on asa horas ibana mangalului inangna, horas hita dison.
Nungga gok be nian dibahen ho pasu-pasu alai hutambai ma saotik nari.
Amang si Raja Tambun: “…Sai torop mabue ma pinomparmu gabe maho jala mamora tumpahon ni mulajadi, masuak tangke ma ho rahut-rahutan tarida tutur tambah-tambusan sai ingot ma ho ditona dompak haham Silalahi on…”
Nang ho amang Silalahi: "…Sai gabe ma ho jala mamora sai dilehon mulajadi ma diho boto-boto biti-biti, sai unang ho lupa ditona balos do hata dompak anggim si Raja Tambunan…”
Setelah selesai pemberian Padan itu diserahkanlah TAGAN yang diterima Silahisabungan dahulu sewaktu membawa dia semasa bayi dengan berkata : "Bawalah TAGAN ini, tunjukkan kepada Ibu yang melahirkanmu kalau masih hidup agar anakku cepat dikenal karena dia dulunya memberi kepada bapakmu sewaktu membawa kamu dari sibisa. Berangkatlah anakku, dirangkul dan menangis diantar oleh Silahisabungan".
ngarang sampean, kapan Silahi sabungan pinya anak bernama Silalahi, apa bukti peninggalan Silahi sabungan jika pernah ke Tolping, dan di tarombo mana ini tertulis
BalasHapus